Desa Seboro, dikelilingi perbukitan geosite dan hamparan keragaman hayati, saat ini tengah melakukan upaya melestarikan dan memajukan kebudayaan lokalnya. Pada pengembangan pariwisata budaya berkelanjutan di Desa Seboro sebagai kawasan Kebumen Geopark dapat diawali dengan kegiatan identifikasi objek pemajuan budaya. Identifikasi atau inventarisasi merupakan tahapan pertama dari perlindungan kebudayaan sebagai upaya menjaga keberlanjutan kebudayaan dan warisan untuk generasi penerus. Kerjasama dengan mitra universitas melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PkM) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), masyarakat setempat terlibat aktif dalam mendata dan mengidentifikasi objek-objek pemajuan kebudayaan di Desa Seboro.
Pendokumentasian, penetapan serta pemutakhiran data objek pemajuan kebudayaan dengan mengumpulkan segenap data dan informasi sehingga dapat diakses oleh masyarakat dan menjadi pedoman pemajuan budaya serta pariwisata geopark secara tepat guna menjadi langkah awal pada kegiatan penelitian ini dilakukan. Oleh karena itu, kegiatan PkM ini sesuai dengan 3 poin dalam SGDs yaitu: no. 8 Decent Work and Economic Growth; no. 11 Sustainable cities and communities; dan no. 17 partnerships for Goals.
Program PkM ini dimulai pada Juli 2024 lalu dengan tujuan utama untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan berbagai aspek kebudayaan yang ada di Desa Seboro. Proses identifikasi dan pendokumentasian aspek kebudayaan ini mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam pelaksanaan program pendataan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), warga Desa Seboro dilibatkan sebagai asesor yang terjun langsung dalam pengumpulan data. Program ini tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan baru kepada masyarakat yang terlibat tetapi juga mendorong mereka untuk lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya. Asesor dipilih dari beberapa kelompok pemangku kepentingan, seperti Pemerintah Desa, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Selo Asri, Karang Taruna, dan PKK untuk memastikan adanya keterlibatan perempuan. Asesor tersbut diantaranya adalah Saeful Mutaqin (48 tahun), Hafid Nurcahyo (27 tahun), Dwi Pamungkasari (36 tahun), dan Jian Arya Aditya (20 tahun).
Sebelum assesor diterjunkan ke lapangan untuk mendata OPK, para asesor lebih dulu dibekali dengan pelatihan dan pemberian materi teknis assesmen OPK meliputi: 1) Tradisi lisan; 2) Manuskrip; 3) Adat istiadat; 4) Ritus; 5) Pengetahuan tradisional;6) Teknologi tradisional; 7) Seni; 8) Bahasa; 9) Permainan rakyat; dan 10) Olahraga tradisional. Selanjutnya assesor terlibat dalam persiapan teknis asesmen bersama tim mahasiswa dan alumni yang terlibat dalam kegiatan PkM FIB UGM.
Dalam waktu kurang dari sebulan para asesor telah berhasil mendata 10 OPK yang dimiliki oleh tujuh dusun (Dusun Gentan, Dusun Jojogan, Dusun Kaligesing, Dusun Krajan, Dusun Karanganyar, Dusun Jombret dan Dusun Geyong) yang ada di Desa Seboro. Sebelum melakukan kegiatan identifikasi dan pendataan, baik assesor maupun masyarakat yang terlibat sebelumnya tidak menyadari betapa banyaknya aset budaya yang dimiliki. Melalui proses identifikasi dan pendataan ini, masyarakat kini mulai memahami betapa kaya dan pentingnya melestarikan kebudayaan lokal mereka.
“Pendataan tertulis objek kebudayaan ini nantinya akan menjadi penting dalam mengambil langkah lanjutan pelestarian dan juga promosi Desa Seboro, tidak hanya sebagai wisata alam tetapi juga budaya” ujar Runavia Mulyasari, M.A. dalam pelatihan dan pemberian materi teknis assesmen OPK.
Tidak berhenti sampai disitu, tim FIB UGM bersama dengan masyarakat telah merencanakan program lanjutan sebagai tidak lanjut dari kegiatan asesmen OPK. Beberapa kegiatan yang akan dilakukan yakni program Focus Group Discussion (FGD) terkait analisis dan rekomendasi hasil asesmen identifikasi OPK, pelatihan digital marketing dan pendampingan berkelanjutan guna membekali masyarakat dalam pelestarian budaya mereka sendiri. Dukungan dari universitas dan kerjasama dengan Badan Pengelola Geopark Kebumen juga diharapkan dapat memperkuat keberlangsungan inisiatif ini, memastikan bahwa Desa Seboro tidak hanya menjadi objek wisata semata namun juga didukung dengan pengelolaan kebudayaan dalam memajukan kebudayaannya.