Bulaksumur, Rabu 8 Mei 2024. Program Studi (Prodi) Pariwisata bekerja sama dengan Fulbright Scholarship mengadakan kuliah umum. Kuliah umum ini diisi oleh Prof. Dr. Kathleen Adams, Ph.D. dari Loyola University, Chicago dan Prof. Dr Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A. Guru Besar Antropologi, Universitas Gadjah Mada, dan Dr. Wiwik Sushartami, M.A. Ketua Prodi Pariwisata sebagai moderator. Bertempat di Auditorium Soegondo, kuliah umum ini membahas tentang perspektif kritis dalam pariwisata budaya dengan menggunakan studi kasus di kawasan Lingkar Pasifik. Kuliah umum ini juga merupakan wujud dukungan dan kolaborasi antara akademisi lintas negara dan keilmuan. Khususnya dalam mewujudkan iklim kajian studi pariwisata yang lebih kritis dan berperspektif humanis.
Prof. Kathleen mengawali paparannya dengan menjelaskan mengapa studi kritis terhadap pariwisata budaya sangat penting untuk dikaji. Menurutnya hal ini karena studi kritis terhadap pariwisata sangat terkait dengan beberapa isu yang sangat mendesak di zaman ini. Hal ini menurutnya tidak terlepas dari karakter pariwisata yang merupakan sebuah industri sekaligus bidang studi, sehingga terdapat perspekif pariwisata secara teori dan pariwisata praksis. Oleh karena itu menurutnya diperlukan “benang merah” untuk menghubungkan dua perspektif pariwisata yang berbeda.
“Tujuannya jelas, untuk mempertemukan para akademisi, praktisi dan profesional pariwisata, anggota komunitas, wisatawan, dan penulis perjalanan untuk secara kritis mengatasi isu-isu kontemporer dalam studi pariwisata” cetusnya.
Lebih lanjut, Prof Kathleen mengatakan bahwa dalam kuliah umum ini ia akan berfokus untuk melihat pendekatan kritis pariwisata dalam pariwisata budaya. Terkait pariwisata budaya, ia menjelaskan bahwa pariwisata budaya mencakup perjalanan untuk mempelajari, merasakan, atau mengonsumsi atraksi atau produk budaya. Ia menambahkan bahwa pariwisata budaya mencakup warisan sejarah dan budaya, tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat bendawi, melainkan juga yang bersifat non-bendawi. Akan tetapi lebih dari itu, menurutnya pariwisata budaya saat ini juga perlu dilihat sebagai cara untuk melindungi alam, meningkatkan keadilan, dan upaya dekolonisasi. Lebih lanjut, menurut Kathleen, juga pariwisata budaya mempunyai konsekuensi terhadap identitas, seperti gender, agama, etnis, kebangsaan, atau identitas lainnya.
“Mempelajari pariwisata budaya dengan perspektif kritis menawarkan peluang untuk mengembangkan wawasan tentang bagaimana memelihara konektivitas antar aspek dalam parwisata, sesuatu yang sangat kita butuhkan saat ini.” ujarnya
Sebanding dengan Prof Kathleen, Prof Pujo juga menyatakan pentingnya perspektif kritis dalam studi pariwisata, khususnya dalam pariwisata budaya. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya studi pariwisata kritis berangkat dari asumsi. Asumsi bahwa terdapat permasalahan dan permasalahan tersebut tidak boleh disederhanakan sebagai masalah yang hanya menimpa kelompok kecil. Lebih lanjut, menurutnya melalui perspektif kritis, kita dapat memotret hal-hal yang tidak ada dalam pendekatan yang bersifat quo (melihat pariwisata secara ideal). Ia mencontohkan bahwa pariwisata hari ini hanya memperlihatkan statistik yang ideal, seperti peningkatan jumlah wisatawan dan jumlah pengeluaran wisatawan. Akan tetapi menurutnya ada beberapa hal yang jarang di-capture seperti ketimpangan, kebocoran ekonomi, sampah pariwisata, hingga komodifikasi budaya. Oleh karena perspektif kritis sangat penting sebagai alat analisis untuk melihat pariwisata sebagai secara lebih mendalam.
Kegiatan ini merupakan wujud dukungan konkret terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Kolaborasi ini secara khusus membantu mencapai tujuan ke-4 (Pendidikan Berkualitas) dengan menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, serta merangsang semangat belajar sepanjang hayat. Kolaborasi ini juga turut membantu mencapai tujuan ke-17 (Kemitraan untuk mencapai tujuan) guna meningkatkan kerjasama pemerintah-swasta dan masyarakat sipil secara efektif, berdasarkan pengalaman dan bersumber pada strategi kerja sama.