“Pariwisata dan aturan sosial yang telah berkembang menjadi budaya tidak dapat dipisahkan.” Ucap narasumber, Anindwitya Monica selaku Co-founder Women in Tourism Indonesia, dan I Gusti Ngurah Paulus Widya, selaku advisor di organisasi yang sama pada 1 November 2024. Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dari Himpunan Mahasiswa Pariwisata (HIMAPA) kembali menggelar program kerja tahunan mereka yang bernama HIMAPA Sharing Session atau HSS, dimana para ahli pariwisata diajak untuk mengisi sebuah talkshow yang harapannya dapat memberikan informasi baru kepada mahasiswa Prodi Pariwisata. Acara ini dibuka khusus untuk mahasiswa Prodi Pariwisata UGM, dan diselenggarakan di Ruang 709, Gedung Soegondo, FIB UGM secara hybrid.
Tahun ini, HSS datang dengan tema “Gender Revolution in Tourism: What’s Really Shaping the Industry Today?” Dimana pembicaraan mencakup definisi hingga dampak gender ke industri pariwisata di dunia modern. Untuk memperdalam informasi yang didapat pendengar, acara ini diselenggarakan dalam format sharing session yang mencakup presentasi dari narasumber, sesi tanya jawab, dan diskusi interaktif.
Dengan berkembangnya industri pariwisata, didukung dengan perkembangan teknologi dan penelitian yang mendalam ke berbagai aspek, hubungan gender dengan praktik berwisata merupakan topik yang kerap kurang diketahui oleh masyarakat. Litbang HIMAPA menggelar acara ini dengan keinginan untuk memberikan pengetahuan baru, serta bagaimana kita sebagai civitas akademika pariwisata dapat membantu mendorong industri kita ke arah yang lebih baik.
Gender adalah konstruksi sosial, ucap Anindwitya Monic, dan menyerupai aspek-aspek industri lainnya, ia memiliki pegangan besar di dunia pariwisata. Meskipun mendapat banyak prasangka negatif dan dimengerti sebagai ‘budaya barat’, orang-orang ragam gender yang mengidentifikasi diri mereka selain dari perempuan atau laki-laki, adalah budaya Indonesia juga, ucap narasumber kami, seperti suku Bugis di Sulawesi yang memiliki lima gender. Ini tidak luput dari pariwisata, dimana orang ragam gender berpartisipasi sebagai atraksi karena hanya ruang itu yang ada untuk mereka.
I Gusti Ngurah Paulus Widya berkata bahwa industri pariwisata Indonesia belum siap untuk memberikan tanggapan terhadap keberadaan kaum ragam gender di dalam lingkupnya, karena ia pun belum bisa memberikan konsiderasi yang layak terhadap perempuan. Dalam penempatan pekerja, dimana wanita memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk berdiri di posisi manajerial yang berkuasa dikarenakan asumsi bahwa mereka tidak bisa menjadi figur otoritas yang kuat, karena hal itu umumnya diasosiasikan oleh laki-laki. 54,8% dari industri pariwisata didominasi oleh perempuan, namun berkali-kali, mereka terkena diskriminasi. Narasumber menekankan bahwa semua perilaku dan stereotipe negatif tersebut mendorong mundur industri pariwisata secara keseluruhan, tidak hanya bagi wanita namun juga bagi kelompok-kelompok lain yang masih termarjinalkan.
Dalam acara HIMAPA sharing session kali ini, narasumber mereka memberikan pesan singkat yang penting. Jika perempuan sebagai gender yang mencakup lebih dari setengah dunia masih memiliki kedudukan yang tidak setara di industri pariwisata, maka ragam gender lain yang memiliki persentase lebih kecil tidak akan mendapat konsiderasi yang sama.