“Waste can have a serious impact in tourism, we urgently need more sustainable waste management solutions,”
ungkap Nicholas Jeffery Goodwin, Ph.D. (CEO Tulodo) ketika mengisi kuliah umum (public lecture) Prodi Pariwisata pada 17 Oktober 2024 lalu di Auditorium Soegondo FIB UGM yang dimoderatori oleh Diyah Ayu Puspitasari, S.S., M.A..
Pada kuliah umum (public lecture) yang tersebut, Nicholas, seorang CEO dari sebuah perusahaan konsultan internasional yang bergerak di bidang perilaku dan dampak sosial, membawakan materi tentang isu Waste Management in the Tourism Industry. Kuliah umum ini merupakan langkah Prodi Pariwisata dalam memperkaya pengetahuan para mahasiswanya dengan isu-isu terkini dalam kajian kepariwisataan. Hal tersebut juga merupakan bentuk upaya implementasi ketercapaian SDG ke-4 (pendidikan bermutu) bagi mahasiswa Program Studi Pariwisata FIB UGM.
Untuk menambah relevansi materi yang disampaikan, Nicholas juga menyampaikan pandangannya terkait pengelolaan sampah dalam industri pariwisata di Yogyakarta. Menurutnya, pengelolaan sampah di Yogyakarta sudah melebihi kapasitas, kurang efisien, terdapat permasalahan regulasi, keterbatasan infrastruktur, hingga adanya perlawanan masyarakat.
Untuk memperkuat relevansi materi yang disampaikan, Nicholas juga berbagi pandangannya mengenai tantangan pengelolaan sampah dalam industri pariwisata di Yogyakarta. Ia mengungkapkan bahwa salah satu masalah utama adalah menumpuknya sampah di tempat pembuangan akhir (TPA), yang telah melampaui kapasitas dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
Nicholas juga menyoroti kurangnya proses daur ulang yang efisien sebagai faktor krusial dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta. Menurutnya, sampah organik menjadi penyumbang terbesar, sekitar 50-60%. Sampah organik memiliki peran krusial dalam pengelolaan sampah karena jika tidak dikelola dengan baik, dapat memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Hal tersebut karena, sampah organik menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca seperti metana. Sampah organik yang tidak terkelola juga dapat mencemari air tanah dan merusak kualitas tanah, sehingga pengelolaannya menjadi sangat penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Di samping itu, Nicholas juga mencatat adanya tantangan lain seperti keterbatasan infrastruktur, masalah regulasi, dan perlawanan dari masyarakat yang menghambat implementasi program-program pengelolaan sampah yang lebih efektif.
Sebagai solusi untuk mengatasi masalah sampah organik, Nicholas merekomendasikan beberapa pendekatan strategis. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan memperkuat sistem pengumpulan sampah organik secara terpisah dari jenis sampah lainnya. Nicholas juga menekankan pentingnya pelatihan manajemen sampah bagi masyarakat dan pelaku industri pariwisata.
Salah satu inovasi yang disorot oleh Nicholas adalah penggunaan larva Black Soldier Fly (BSF) dalam siklus pengomposan. Larva BSF dapat ditambahkan ke dalam tumpukan sampah organik untuk mempercepat proses dekomposisi. Selama proses ini, larva BSF mampu membantu proses penguraian bahan organik dengan efisien, menghasilkan material yang telah terdekomposisi.
Lebih jauh Nicholas menyatakan bahwa hal tersebut dapat berkontribusi pada SDG ke-13 (penanganan perubahan iklim) melalui pengelolaan limbah yang optimal di sektor pariwisata. Dengan menerapkan sistem manajemen limbah yang efisien, industri pariwisata tidak hanya dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga meningkatkan kesadaran akan keberlanjutan di kalangan wisatawan dan pelaku industri. Praktik pengelolaan limbah yang baik, seperti pengumpulan sampah organik dan penggunaan teknologi inovatif, dapat membantu menciptakan destinasi pariwisata yang lebih ramah lingkungan, sehingga menarik lebih banyak wisatawan yang peduli terhadap isu lingkungan dan mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.