Bulaksumur, Rabu 28 Februari 2024. Program Studi Pariwisata bekerja sama dengan Women In Tourism Indonesia dan U.S Embassy Jakarta, mengadakan kuliah umum bersama Velma Veloria dari Washington University. Bertempat di Auditorium Soegondo, kuliah umum ini membahas tentang Intersectionality of Human Trafficking, Gender, and Tourism. Kuliah umum ini juga merupakan wujud dukungan dan kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan pemerintah dalam upaya mewujudkan iklim industri pariwisata yang lebih inklusif. Khususnya bagi kelompok-kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.
Mengawali kuliah umum, Dr. Nur Saktiningrum, S.S., M.Hum, selaku Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiswaan, dan Dr. Wiwik Sushartami, M.A., menjabarkan urgensi terkait isu pariwisata dan gender. Menurut mereka topik ini sangat penting, utamanya untuk mahasiswa pariwisata S1 maupun mahasiswa pada bidang studl lainnya. Hal ini sebagai bagian dari semangat untuk mengarusutamakan gender di institusi pendidikan tinggi, khususnya pendidikan pariwisata. Lebih dari itu, bukan hanya terbatas di pendidikan tinggi saja, melainkan juga pada institusi lain seperti industri, pemerintahan, dan sebagainya. Oleh karena itu penting bagi kita semua untuk mencoba mengadvokasi isu-isu kesetaraan gender dalam sektor pariwisata.
Velma, mengawali paparannya menyatakan bahwa sejatinya pariwisata sektor yang mampu membawa kebaikan. Ia juga menyatakan bahwa Sektor pariwisata juga merupakan sektor yang inklusif bagi perempuan untuk meningkatkan kapasitas dirinya. Akan tetapi, menurutnya tantangan sektor pariwisata adalah ketidakberpihakan pada perempuan seperti jam kerja yang panjang dan kesenjangan upah. Selain jam kerja dan kesenjangan upah, Ia juga menyoroti potensi eksploitasi pekerja perempuan di Industri pariwisata. Selain eksploitasi, ia juga menyatakan bahwa perempuan merupakan pihak yang rentan menjadi korban perdagangan manusia.
Lebih lanjut, Velma secara spesifik berbicara mengenai pariwisata sebagai “media potensial” untuk melakukan perdagangan manusia. Menurutnya, tempat-tempat yang menarik atau memiliki daya tarik merupakan kawasan yang berpotensi untuk menjadi tempat perdagangan manusia. Ia juga mencontohkan bagaimana pariwisata seks menjadi salah satu wujud nyata dari perdagangan manusia di sektor pariwisata. Dalam paparannya ia menyatakan bahwa pariwisata seks di Asia Tenggara selalu melibatkan anak di bawah umur dan berujung pada praktik pedofilia.
Senada dengan Velma, Amelia juga menyatakan bahwa posisi perempuan dalam industri pariwisata sejatinya ada pada posisi yang rentan. Menurutnya hal ini juga diakibatkan ole kurangnya bargaining power dalam memperjuangkan hak mereka di industri pariwisata. Implikasinya, menurut Amelia perempuan dan anak-anak kerap menjadi korban pekerja seks dan perdagangan manusia. Ia juga memaparkan bahwa terdapat 7 perempuan dan 2 anak yang tercatat di Polsek Sleman sebagai pekerja seks dan korban perdagangan manusia. Lebih lanjut, terkait dengan pariwisata seks di Indonesia, ia juga mengamini bahwa praktik tersebut bisa langgeng karena backup dari oknum aparat. Amelia mencontohkan bagaimana praktik wisata seks terselubung di kawasan Sleman yang justru dilakukan di belakang kantor penegak hukum.
Kegiatan ini merupakan wujud dukungan konkret terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Kolaborasi ini secara khusus membantu mencapai tujuan ke-4 (Pendidikan Berkualitas) dengan menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, serta merangsang semangat belajar sepanjang hayat. Kolaborasi ini juga turut membantu mencapai tujuan ke-17 (Kemitraan untuk mencapai tujuan) guna meningkatkan kerjasama pemerintah-swasta dan masyarakat sipil secara efektif, berdasarkan pengalaman dan bersumber pada strategi kerja sama. Selain itu, kolaborasi ini juga turut membantu mencapai tujuan ke-5 (Kesetaraan gender) guna mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.